Selasa, 10 November 2015

”kendala Desentralisasi pendidikan disumatra selatan”



             ”kendala Desentralisasi pendidikan disumatra selatan”
Oleh :Ra.lutfiyatunnada p.
Imu pemerintahan univ.Muhammadiah Malang
            Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memeberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggrakan Otonomi Daerah, sesuai UUD 18 tahun 1945. Daerah Indonesia dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom(streek an locale rechtgemeen shappen) atau bersifat administrasi belaka. namun proses reformasi politik dan pergantian pemerintahan pada tahun 1989 telah di ikuti dengan lahirnya undang-undang Nomer 22 tahun 1999 yang menggantikan undang-undang nomer 5 tahun 1979, yang kemudian di terjadi judicial review dan diubah menjadi undang-undang nomer 32 tahun 2004 dan ketentuan tersebut menjadi payung hukum dalam menyelenggarakan konsep desentralisasi di Indonesia.

konsep desentralisasi inilah yang mendorong terbentuknya otonomi daerah dan dalam konsep desentralisasi Sumber pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang bersangkutan(UU Nomer 32 Pasal 1 ayat 15), baik dari penerimaan pajak daerah, laba perusahan daerah atau yang lainnya dengan tujuan agar meningakatkan taraf hidup masyarakat daerah, namun pada kenyataannya otonomi daerah belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah daerah belum bisa memberikan pelayanan public yang optimal, seperti dalam bidang peningkatan kualitas pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena  keberhasilan masa depan suatu daerah yang menganut system desentralisasi terletak pada system kinerja pemerintah daerah dalam mengelola otonomi daerahnya karena pemerintah merupakan pengatur tatanan masyarakatnya, desentralisasi tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi tetapi pembangungan sumber daya manusia(SDM) yang ditunjang dengan kualitas pendidikan yang menjadi prioritas utama, tujuan dari diberlakukannya desentralisasi pendidikan ini agar seluruh wilayah dapat melakukan pemerataan pembangunan pendidikan, akan tetapi pada kenyataannya pemerintah belum mampu bemberikan perhatian lebih terhadap sekolah-sekolah yang ada di pelosok negri atau di pedesaan bahkan tingkan kecamatan, namun peningkatan kualitas pendidikan hanya terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di propinsi atau di kota-kota saja. olehkarna itu, jika dinilai secara keseluruhan, otonomi daerah belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Desentralisasi merupakan konsep yang menggambarkan terjadinya fenomena transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan definisi yang di ungkapkan oleh(Ryass Rasyid,1997) yang  mengatakan bahwa  “desentralisasi adalah adanya pelimpahan wewenang dari tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya secara hierarkis.” Melaluin pelimpahan wewenang itulah pemerintah pada tingkat bawah diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas, mencari solusi terbaik atas setiap masalah yang dihadapi dan tau bagaimana harus menjalankan setiap kebutuhan daerahnya. meskipun belum semua pemerintah daerah mampu merealisasikan setiap kebijakan sesuai dengan harapan masyarakat.
Sumatra selatan misalnya, meskipun pemerintah derah sudah .mencangangkan program pendidikan gratis  tetapi dana yang diberikan pemerintah belum mampu mencukupi kebutuhan pelajar itu sndiri atau kebutuhan sekolah, pasalnya di Sumatra selatan setiap siswa tingkat SMA mendapankan bantuan dana dari DOP(dana operasional pendidikan) dari pemerintah kabupaten  sebesar RP 25.000 perbulan, tetapi dana di keluarkan oleh pemerintah setiap tiga bulan sekali, kemuadian dana PSG dari propinsi RP.50.000 perbulan, dana ini juga dikeluarkan pemerintah setiap tiga bulan sekali, dan dana BOS yang berasal dari APBN RP.300.000 persemester, brarti dana yang didapat tiap muridnya dalam satu bulan hanya RP.65.000, dan dana tersebut digunakan untuk pembelian buku, pembelian alat pembelajaran, untuk perawatan sarana sekolah, dan sebagian untuk honor guru suwasta, karna tunjangan fungsional untuk guru yang memiliki NUPTK sndiri hanya 1.500.000 perenam bulannya, tetapi dana ini belum tentu utuh turun RP.1.500.000 seharusnya pemerintah perlu meningkatkan  anggaran pendididikan yang lebih aktif sehingga  anggaran pendidikan yang besar dapat memenuhi kebutuhan dalam menunjang kulitas pendidikan. Menurut laporan tinjauan belajar public sector pendidikan(education public expenditure review) meskipun anggaran pendidikan Indonesia mencapai 20% dari APBN teenyata belum mampu memberikan pencapaian yang dapat dirasakan rakyat, di Sumatra selatan sendiri anggaran untuk pendidikanpada tahun 2013 pemerintah daerah mengeluarkan anggaran sebesar 649,6 miliar atau sekitar 11,27%  untuk seluruh sekolah-sekolah yang ada di Sumatra selatan hal ini belum sesuai dengan undang-undang yang menyebutkan bahwa anggaran pendidikan seharusnya minimal 20% dari nilai anggaran pendapatan dan belanja daerah(APBD).
Dengan anggaran yang begitu minim tersebut, permasalahan dalam bidang pendidikan di sumsel tidak akan dapat diselesaikan secara maksimal seperti untuk memperbaiki fasilitas sekolah, pembangunan laboratorium, pengadaan perpustakaan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Apalagi banyak sekolah yang perlu direhab dan diperbaiki di sumsel. Setiap sekolah sangat membutuhkan kelengkapan fasilitas dan pemerataan kualitas, khususnya daerah yang jauh dari pusat kota, yang tidak banyak terjangkau oleh sarana untuk mendapatkan pengetahuan umum. Daerah-darah seperti ini seharusnya menjadi fokus pemerintah karna banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan, kualitas gurupun juga harus benar-benar di perhatikan banyak para guru atau pendidik yang tidak berkompeten di bidangnya seperti contohnya saja sarjana agama mengempu mata pelajaran ipa, matematika atau pelajaran UN (mata pelajaran wajib) lainnya yang jauh berbeda dengan bidang guru tersebut , bahkan banyak guru yang hanya berpendidikan SLTA,
 inilah permasalahan yang menjadi PR yang harus di selesaikan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah SDM, padahal Sumatra selatan sendiri sejak tahun 2008 dikenal sebagai “ikon pendidikan gratis dan kesehatan gratis” namun, pada kenyataannya biaya yang di anggarkan pemerintah daerah bekum mencukupi untuk memenuhi fasilitas tantangan yang dihadapi untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang berkualitas meliputi percepatan penuntasan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak,karna menurut kepala dinas pendidikan sumsel dalam berita politik Rmol sumsel.com widodo mengakui “jumlah sekolah di sumsel masih relative perlu diperbaharui mulai rari rusak ringan, parah bahkan tidak layak pakai bersasarkan data dinas pendidikan(DIKNAS) sumsel pada 2013 jumlah sarana sekola mulai SD,SMP,dan SMA yang rusak masih mencapai 10.679 ruangan , 6.968 rusak ringan dan 3.999 rusak berat, hal lain yang juga perlu di perthatikan adalah ketersediaan buku pelajaran, peningkatan ketersediaan labratorium dan perpustakaan dan pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi(TIK)dan angka partisipasi masih renda menurut jenjang pendidikan pada tahun 2010 tingkat SD/sederajat sejumlah 94,17%, kemudian tingkat SLTP/sederajat  66,27% dan tingkat SLTA/sederajat 43,49%, ini menunjukan banyak masyarakat yang tidak meneruskan mengenyam pendidikan tingkat SLTA, dan rata-rata lama sekolah di propinsi sumsel pada tahun 2011hanya 7,84% . hal inilah yang menjadi problem dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, karna pendidikan merupakan denyut nadi utama untuk membentuk SDM yg berkualitas nentukan SDM dimasa yang akan datanng.
Bagi bangsa yang ingin maju pendidikan merupakan sebuah kebutuhan utama. Penyelesaian problem pendidikan tentu harus dilakukan secara fundamental, dilakukan dengan perbaikan secara menyeluruh. Sehingga masyarakat dapat menikmati pendidikan yang murah bahkan gratis tetapi berkualitas tinggi. Sudah saat nya pemerintah daerah sumsel membuat terobosan baru untuk menanggulangi kendala pendidikan di propinsi Sumatra selatan.

SUMBER BACAAN
Badan Pusat Statistik provinsi Sumatra selatan 2011.indikator pembangunan Sumatra selatan 2011.Palembang, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatra Selatan
Widjaja,HAW,Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh.Jakarta : Rajawali Pers.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar