”kendala Desentralisasi pendidikan disumatra
selatan”
Oleh
:Ra.lutfiyatunnada p.
Imu pemerintahan
univ.Muhammadiah Malang
Negara
Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
menyelenggarakan pemerintahan dengan memeberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada Daerah untuk menyelenggrakan Otonomi Daerah, sesuai UUD 18 tahun 1945.
Daerah Indonesia dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
dalam daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom(streek an locale rechtgemeen
shappen) atau bersifat administrasi belaka. namun proses reformasi politik dan
pergantian pemerintahan pada tahun 1989 telah di ikuti dengan lahirnya
undang-undang Nomer 22 tahun 1999 yang menggantikan undang-undang nomer 5 tahun
1979, yang kemudian di terjadi judicial review dan diubah menjadi undang-undang
nomer 32 tahun 2004 dan ketentuan tersebut menjadi payung hukum dalam
menyelenggarakan konsep desentralisasi di Indonesia.
konsep
desentralisasi inilah yang mendorong terbentuknya otonomi daerah dan dalam
konsep desentralisasi Sumber pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang
diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran
yang bersangkutan(UU Nomer 32 Pasal 1 ayat 15), baik dari penerimaan pajak
daerah, laba perusahan daerah atau yang lainnya dengan tujuan agar
meningakatkan taraf hidup masyarakat daerah, namun pada kenyataannya otonomi
daerah belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah daerah belum bisa
memberikan pelayanan public yang optimal, seperti dalam bidang peningkatan
kualitas pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
karena keberhasilan masa depan suatu
daerah yang menganut system desentralisasi terletak pada system kinerja
pemerintah daerah dalam mengelola otonomi daerahnya karena pemerintah merupakan
pengatur tatanan masyarakatnya, desentralisasi tidak hanya tertuju pada
pembangunan ekonomi tetapi pembangungan sumber daya manusia(SDM) yang ditunjang
dengan kualitas pendidikan yang menjadi prioritas utama, tujuan dari
diberlakukannya desentralisasi pendidikan ini agar seluruh wilayah dapat
melakukan pemerataan pembangunan pendidikan, akan tetapi pada kenyataannya
pemerintah belum mampu bemberikan perhatian lebih terhadap sekolah-sekolah yang
ada di pelosok negri atau di pedesaan bahkan tingkan kecamatan, namun
peningkatan kualitas pendidikan hanya terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di
propinsi atau di kota-kota saja. olehkarna itu, jika dinilai secara
keseluruhan, otonomi daerah belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Desentralisasi
merupakan konsep yang menggambarkan terjadinya fenomena transfer otoritas dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan definisi yang di
ungkapkan oleh(Ryass Rasyid,1997) yang mengatakan
bahwa “desentralisasi adalah adanya
pelimpahan wewenang dari tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya secara
hierarkis.” Melaluin pelimpahan wewenang itulah pemerintah pada tingkat bawah
diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas,
mencari solusi terbaik atas setiap masalah yang dihadapi dan tau bagaimana
harus menjalankan setiap kebutuhan daerahnya. meskipun belum semua pemerintah
daerah mampu merealisasikan setiap kebijakan sesuai dengan harapan masyarakat.
Sumatra
selatan misalnya, meskipun pemerintah derah sudah .mencangangkan program
pendidikan gratis tetapi dana yang
diberikan pemerintah belum mampu mencukupi kebutuhan pelajar itu sndiri atau
kebutuhan sekolah, pasalnya di Sumatra selatan setiap siswa tingkat SMA
mendapankan bantuan dana dari DOP(dana operasional pendidikan) dari pemerintah
kabupaten sebesar RP 25.000 perbulan,
tetapi dana di keluarkan oleh pemerintah setiap tiga bulan sekali, kemuadian
dana PSG dari propinsi RP.50.000 perbulan, dana ini juga dikeluarkan pemerintah
setiap tiga bulan sekali, dan dana BOS yang berasal dari APBN RP.300.000
persemester, brarti dana yang didapat tiap muridnya dalam satu bulan hanya
RP.65.000, dan dana tersebut digunakan untuk pembelian buku, pembelian alat pembelajaran,
untuk perawatan sarana sekolah, dan sebagian untuk honor guru suwasta, karna
tunjangan fungsional untuk guru yang memiliki NUPTK sndiri hanya 1.500.000
perenam bulannya, tetapi dana ini belum tentu utuh turun RP.1.500.000
seharusnya pemerintah perlu meningkatkan
anggaran pendididikan yang lebih aktif sehingga anggaran pendidikan yang besar dapat memenuhi
kebutuhan dalam menunjang kulitas pendidikan. Menurut laporan tinjauan belajar
public sector pendidikan(education public expenditure review) meskipun anggaran
pendidikan Indonesia mencapai 20% dari APBN teenyata belum mampu memberikan
pencapaian yang dapat dirasakan rakyat, di Sumatra selatan sendiri anggaran
untuk pendidikanpada tahun 2013 pemerintah daerah mengeluarkan anggaran sebesar
649,6 miliar atau sekitar 11,27% untuk
seluruh sekolah-sekolah yang ada di Sumatra selatan hal ini belum sesuai dengan
undang-undang yang menyebutkan bahwa anggaran pendidikan seharusnya minimal 20%
dari nilai anggaran pendapatan dan belanja daerah(APBD).
Dengan
anggaran yang begitu minim tersebut, permasalahan dalam bidang pendidikan di
sumsel tidak akan dapat diselesaikan secara maksimal seperti untuk memperbaiki
fasilitas sekolah, pembangunan laboratorium, pengadaan perpustakaan dan
fasilitas-fasilitas lainnya. Apalagi banyak sekolah yang perlu direhab dan
diperbaiki di sumsel. Setiap sekolah sangat membutuhkan kelengkapan fasilitas
dan pemerataan kualitas, khususnya daerah yang jauh dari pusat kota, yang tidak
banyak terjangkau oleh sarana untuk mendapatkan pengetahuan umum. Daerah-darah
seperti ini seharusnya menjadi fokus pemerintah karna banyak sekali masyarakat
yang tidak memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan, kualitas gurupun
juga harus benar-benar di perhatikan banyak para guru atau pendidik yang tidak
berkompeten di bidangnya seperti contohnya saja sarjana agama mengempu mata
pelajaran ipa, matematika atau pelajaran UN (mata pelajaran wajib) lainnya yang
jauh berbeda dengan bidang guru tersebut , bahkan banyak guru yang hanya
berpendidikan SLTA,
inilah permasalahan yang menjadi PR yang harus
di selesaikan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah SDM, padahal
Sumatra selatan sendiri sejak tahun 2008 dikenal sebagai “ikon pendidikan
gratis dan kesehatan gratis” namun, pada kenyataannya biaya yang di anggarkan
pemerintah daerah bekum mencukupi untuk memenuhi fasilitas tantangan yang
dihadapi untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang berkualitas
meliputi percepatan penuntasan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak,karna
menurut kepala dinas pendidikan sumsel dalam berita politik Rmol sumsel.com
widodo mengakui “jumlah sekolah di sumsel masih relative perlu diperbaharui
mulai rari rusak ringan, parah bahkan tidak layak pakai bersasarkan data dinas
pendidikan(DIKNAS) sumsel pada 2013 jumlah sarana sekola mulai SD,SMP,dan SMA
yang rusak masih mencapai 10.679 ruangan , 6.968 rusak ringan dan 3.999 rusak
berat, hal lain yang juga perlu di perthatikan adalah ketersediaan buku
pelajaran, peningkatan ketersediaan labratorium dan perpustakaan dan
pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi(TIK)dan angka partisipasi masih
renda menurut jenjang pendidikan pada tahun 2010 tingkat SD/sederajat sejumlah
94,17%, kemudian tingkat SLTP/sederajat
66,27% dan tingkat SLTA/sederajat 43,49%, ini menunjukan banyak
masyarakat yang tidak meneruskan mengenyam pendidikan tingkat SLTA, dan
rata-rata lama sekolah di propinsi sumsel pada tahun 2011hanya 7,84% . hal
inilah yang menjadi problem dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas, karna pendidikan merupakan denyut nadi utama untuk membentuk SDM
yg berkualitas nentukan SDM dimasa yang akan datanng.
Bagi
bangsa yang ingin maju pendidikan merupakan sebuah kebutuhan utama. Penyelesaian
problem pendidikan tentu harus dilakukan secara fundamental, dilakukan dengan
perbaikan secara menyeluruh. Sehingga masyarakat dapat menikmati pendidikan
yang murah bahkan gratis tetapi berkualitas tinggi. Sudah saat nya pemerintah
daerah sumsel membuat terobosan baru untuk menanggulangi kendala pendidikan di
propinsi Sumatra selatan.
SUMBER
BACAAN
Badan
Pusat Statistik provinsi Sumatra selatan 2011.indikator pembangunan Sumatra selatan 2011.Palembang, Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatra Selatan
Widjaja,HAW,Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat
dan Utuh.Jakarta : Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar