Pelanggaran
HAM dalam penyelesaian konflik sengketa lahan PT. Sumber Wangi Alam di Mesuji
Oleh:
Ra lutfiyatunnada(201310050311145)[1]
Dengan adanya konflik yang banyak merampas Hak-hak warga oleh
investor asing kepada masyarakat Asli pribumi menunjukkan ketidak berdayaan
pemerintah melawan kepentingan Investor, Kekuasaan pemerintah di perbudak oleh
Kekuatan modal.Pemerintah melegalkan perampok merampas hak-hak masyarakatnya .
Negara beranggapan perlindungan Hak Milik individu hanya mempersulit
proses pembangunan. Sehingga perlindungan Hak Milik Individu bukan lagi suatu
yang harus di perjuangkan.
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dengan jumlah totoal 17.499 pulau sehingga sebagian
besar penduduk Indonesia merupakan petani, namun tidak semua lahan pertanian di
Indonesia dapat di manfaatkan oleh petani. Pasalnya banyak para investor asing
yang menanamkan modal nya untuk membuka perkebunan di Indonesia tentu hal ini
mengurangi kesempatan para petani untuk
menglola kekaan alam negaranya senidiri.
Dampaknya
saat ini banyak konflik sengketa yang terjadi antara perusahaan perkebunan
dengan petani lokal, di Indonesia tercatat sejak tahun 2003 hingga 2010, jumlah
konflik terkait penguasaan dan pengelolaan kekayaan alam sebanyak 317 kasus[2].
Sawit Wach juga mencatat ada lebih dari 360 konflik perkebunan wasit sengketa lahan perkenbunan di indonesia[3]
. tak jarang sengketa erkebunan yang terjadi antara warga dengan perusahaan
tersebut berakhir menjadi tindakan pelanggaran Ham
Banyak
nya kasus sengketa lahan ini bukan tanpa hokum yang mengatur, bahkan sejak
tahun 1984 para revolusioner sudah membahas mengenai undang-undang agrarian
yang kemudian di sah kan pada tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria No 5 tahun 1960.
Undang-undang
Pokok Agraria 1960 merupakan bentukan dari para Revolusioner Bangsa yang membawa konsep ideal tentang pengaturan
Hukum Agraria. Dimana pembentukan itu bertejuan untuk melindungi Hak Agraria
untuk kemakmuran rakyat Indonesia dari penjaajahan dan penindasan.[4]
Tetapi
Realitas yang terjadi di masyarakat jauh dari harapan. Dimana saat ini banyak
terjadi pergeseran model pengelolaan tanaman perkebunan, yang pada masa lampau
masyarakat Indonesia mengelola mengelola usaha Perkebunan secara Subsistem yang
telah berkembang secara turun menurun. Namun, saat ini secara perlahan mulai
bergeser menjadi Agroindustri.
Pergeseran pengelolaan dari model subsistem menjadi
Agroindustri ini banyak di pengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan politik
Indonesia. Kondisi ini terus berlanjut dan semakin berkembang jauh dari kontrol
semenjak di tetapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah.
Dalam
konsep Otonomi Daerah sendiri, Pemerintah Daerah diberi kewenangan Penuh untuk
mengatur wilayahnya, tetapi kewenangan tersebut sering di salah gunakan untuk mempermudah
perizinan kepada para Investor yang ingin mengeksploitasi kekayaan alam daerah.
Dengan alasan sebagai usaha untuk percepatan pembangunan Dearah, karna
pengelolaan secara indivisu oeh masyarakat tidak mampu memberikan pendapatan
yang banyak kepada daerah.
Kemudian
keadaan ini dapat menimbulkan banyak terjadinya konflik sengketa lahan. Salah
satu yang menyebabkan terjadinya konflik ini adalah karna hak menguasai oleh
Negara atas tanah. Yang sesungguhnya harus digunakan untuk mendorong
kesejahteraan rakyat, justru banyak di berikan kepadan Badan Hukum dalam bentuk
Hak Guna Usaha(HGU). Sementara dilain sisi tidak ada kepastian Hukum terhadap
Hak masyarakat adat.
Seperti
yang terjadi di daerah Mesuji kabupaten OKI sumsel. Dimana Pemerintah Dearah
meberi perizinan Pengelolaan Lahan kepada PT.Sumber Wangi Alam yang berujung
Konflik sengketa lahan antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat Lokal
yang berakhir dengan tindakan pelanggaran Ham.
Konflik Mesuji ini merupakan salah
satu dari sekian banyak ribu konflik agrarian di Indonesia yang merampas
Haak-hak kepemilikan dan Hak kesejahteraan bangsa Indonesia. tentu sebagai
Negara demokrasi yang menjamin Hak-Hak negaranya sepatuntnya tidak mengabaikan
Hak kepemilikan lahan masyarakatadat yang menyebabkan perebutan lahan antara investor dengan
pribumi.
Hukum Agraria dan Perlidungan Ham
Lahirnya
UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disahkan
pada 24 september 1960 atau dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria(uupa)
merupakan kebijakan revolusioner yang mengakhiri produk hokum kolonial mengenai
agrarian. UUPA yang sudah dibahas sejak tahun 1948 telah merombak Hukum Agraria
masa colonial yang cenderung Eksploitatif,dualistic dan feodalistik.[5]
Jka di tinjau dari segi sejarah
pembentukan UUPA sendiri merupakan bentuk pemberontakan kepada para colonial
untuk menuntut Hak-hak kepemilihan Tanah secara Individu dan bebas dari
penindasan juga penjajahan dan menunjukkan identitas asli bangsa Indonesia yang
memiliki Hukum Adat dan tidak menghilangkan bentuk kekuasaan Negara.
Olehkarna itu UUPA adalah merupakan
konsep yang memadukan paham Individualisme dan konsep Komunalisme.[6]
Dimana dalam pandangan Individualisme setiap orang boleh memiliki tanah tanpa bisa
di batasi. Sedangkan dalam pandangan Komunalisme yang menjujung kesederajatan
persamaan kedudukan manusia melarang adanya kepemilikan tahan oleh Individu .
UPPA mengkolaborasikan keduanya yang
membolehkan setiap warganegara memiliki Ha katas tanah tetapi tetapi hak itu di
batasi luasnya maupun penegasan fungsinya demi kepentingan masyarakat sebagai
suatu kesatuan. Dengan demikian UPPA bersifat Prismatik yang sesuai dengan jiwa
pancasila. Karna prismatic merupakan konsep yang mempertemukan sisi baik Individuealisme
(menghargai hak dan kebebasan perseorangan) dengan sisi baik Komunalisme
(menghormati kesamaan martabat manusia).
Tetapi meskipun dalam konsep
mengenai hukum yang mengatur agrarian menjunjung tinggi Hak perseorangan, dalam
realita sangat sulit untuk di implementasikan karna adanya ketidak selarasan
antara Hukum dengan Perkembangn dinamika polik di Indonesia.
Standar Acuan Dasar Hak Asasi
Manusia
Hak
Asasi Manusia di bentuk karna bertujuan untuk melindungi apa yang seharusnya di
dapat oleh Indivisu. Oleh karna itu ada beberapa acuan dasar yang dijadikan
standar pelaksanaan HAM di Beberapa Negara, salah satunya seperti Deklarasi
Kairo yang di jadikan sebagai Norma Hukum Internasioanl yang mengatur bagaimana
Negara-Negara di dunia menjamin hak-hak individu. Karna Negara merupakan Aktor
utama dalm Penegakan HAM dan perlindungan HAM rakyatnya.[7]
Dalam Deklarasi Kairo yang di lakukan pada
tahun memuat asas-asas dasar HAM
dan komponen HAM yang meliputi
1. Hak
untuk hidup
2. Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak
kekayaan intkektual
4. Hak
kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi
5. Hak
memperoleh keadilan
6. Hak
kebebasan beragama
7. Hak
atas kemerdekaan diri
8. Hak
kebebasan berdomisili dan memperoleh suaka Negara lain
9. Hak
atas rasa aman
10. Hak
atas kesejahteraan
11. Hak
kepemilikan
12. Hak
turut serta dalam pemerintahan
13. Hak
perempuan
14. Hak
anak.
Empat
belas isi di atas merupakan standar Hak dasar yang hars terpenuhi yang di bahas
dalam Deklarasi kairo yang kemudian menjadi acuan banyak Negara salah satunya
yaitu Indonesia.
Dalam
kasus yang terjadi di Indonesia sendiri mengenai sengketa lahan masyarakat
sodong dengan PT.SWA sudah melanggar 5 (lima ) acuan dasar Perlindungan Hak
Indidu. Lima point tersebut adalah Hak untuk Hidup, Hak atas rasa aman, Hak
kesejahteraan, dan Hak kepemilikan.
Acuan
Dasar perlindungan HAM ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 28 A yang
menyatakan bahwa “ setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
kehidupannya” dan juga pasal 28 H ayat (4) “setiap orang berhakmempunyai hak
milik pribadi dan hak milik pribadi tersebut tidak boleh diambil
sewenang-wenang oleh siapapun”.
Pasal
tentang HAM ini menekankan pada Hak Individual. Pasal ini bermaksud untuk
melindungi orang untuk menjaga kelestarian kesejahteraan hidupnya, sumber matapencahariannya.
Oleh sebab itu jaminan atas kecukupan pangan , sandang papan tempat tinggala
dalah kebutuhan dasar yang tidak boleh di langgar Hal ini selaras dengan acuan
dasar HAM Internasional pada Deklarasi Kairo.
bentuk-bentuk pelanggaran ham di Mesuji
menurut
undang-undang no 39 tahun 1999, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok termasuk aparat Negara, baik di sengaja maupun tidak di
sengaja atau kelalalian yang secara hokum mengurangi, menghalangi membatasi dan
atau mencabut Hak asasi seseorang atau kelompok yang di jamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan di khawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hokum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum yang
berlaku.
Sedangkan menurut UU No 26 tahun
2000 tentang peradilah HAM pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok termasuk aparat
Negara baik di sengaja ataupun kelalalian yang secara hokum mengurangi,
menghalangi dan membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau sekelompok orang
yang di jamin oleh undang-undang dan tidak di dapatkan atau di khwatirkan akan
memperoleh penyelesaian yang adil dan benar bedasarkan mekanisme hokum yang
berlaku.
Di dalam kasus Mesuji sendiri jika
di lihat dari sudut pandang Acuan Dasar HAM Deklarasi Kairo terdapat beberapa
pelanggaran HAM, di antaranya seperti
- Hak
Kepemilikan
Dalam
kasus tersebut terjadi perampasan Hak Milik, karna sebelum di bukanya lahan
perkebunan perusahaan kelapa sawit, masyarakat lebih dulu memanfaatkan lahan
untuk pertanian dan menjadi Hak milik pribadi. Setelah terjadi perjanjian
dengan PT.SWA baru lah terjadi konflik, dimana dalam perjanjian dengan PT.SWA,
masyarakat memplasmakan tanahanya hanya dalam jangka waktu 10 tahun, setelah
itu tanah akan di kembalikan kepada masyarakat. Tetapi PT.SWA mendaftarkan
tanah tersebut sebagai Hak Guna Usaha (HGU).
- Hak
Kesejahteraan
Dengan
di rampasnya lahan milik warga tentu PT.SWA telah merampak hak-hak
kesejahteraan masyarakat. Dimana lahan tersebut merupakan sumber mata
pencaharian yang di gunakan untuk bercocok tanam.
- Hak
untuk hidup
Konflik
yang terjadi antara masyarakat Desa Sungai Sodong tersebut juga terjadi
pemberontakan , dan serangan dimana 30 nyawa terbunuh mengenaskan, 15 dari
warga sungai sodong dan 5 dari pihak pekerja PT.SWA.
- Hak
untuk mendapatkan rasa aman
Konflik
yang tidak segera terseselaikan tersebut semakin menegang ketika banyak
pembunuhan misteius secar sadis, yang mengakibatkan warga desa dungai sodong
merasa terancam dan tidak aman.
Ketidak berdayaan pemerintah dalam Penyelesaian
Konflik
Dalam penyelesaian konflikter
tersebut pemran pemerintah daerah
merupakan unsur penting diamana Lahan
atas kerjasama PT SWA dengan pihak pemerintah, oleh sebab itu pemerintah juga
perlu di mintai pertanggung jawaban atas apa yang sudah menjadi keputusannya.
Dengan adanya konflik yang banyak
merampas Hak-hak warga oleh investor asing kepada masyarakat Asli pribumi
menunjukkan ketidak berdayaan pemerintah melawan kepentingan Investor,
Kekuasaan pemerintah di perbudak oleh Kekuatan modal.Pemerintah melegalkan
perampok merampas hak-hak masyarakatnya .
Dimana pada penyelesaian Konflik
tersebut pada tahun 2014 PT.SWA menggugat 4 warga desa sungaisodong atas
penguasaan tanah seluas 633,2 ha , dan menuntut ganti rugi 12 milyar rupiah.
Padahal luas lahan 633,2 hektar tersebut merupakan tanah milih warga
sungaisodong yang di jadikan plamsma, tetapi di masukkan kedalam Hak guna usaha
(HGU) yang di terbitkan tahun 2011[8].
Keputusan yang teteap di menangkan
oleh PT.SWA ini menunjukkan tidak adanya udaha pemerintah untuk melindungi
hak-hak masyarakatnya, dimana Pihak PT.SWA di fasilitasi dalam perizinan Hak
Guna Usaha yang sejatinya tanah tersebut merupakan tanak milik masyarakat.
Dari aspek yakni perkembangan
masyarakat, menunjukkan pelaksanaan UPPA , banyak hal yang menjadikan bangsa
ini terpuruk jauh dari kesejah teraan . karna pelaksanaan UUPA sendiri tidak
sesuai dengan konsep ideal yang di buat.
Negara yang di wakilkan oleh
pemerintah malah malah berputar haluan mengikuti kehendak Kapitalisme Global.
Yakni membuka diri seluas-luasnya terhadap peran modal asing dan kebijakan
ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. Negara tidak mengembalikan kekuasaan
Negara untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
Joseph stitglits[9]
menyatakan bahwa “pembangunan ekonomi haruslah ditunjukkan pada kepentingan
rakyat yang paling besar yaitu petani. Karna Indonesia belum dapat di katakana
makmur jika petaninya belum makmur .
Namun semua itu tetap jauh dari
harapan karna upaya pemanfaatan potensi alam sebesar-besarnya utnuk kemakmuran
rakyat harus berhadapan dengan permasalahan pengelolaan di serahkan kepada
rakyat tanpa skill atau modal, dan penyerahan dan pengelolaan kepada pihak
asing punya modal dan skill dalam kurun waktu janga panjang.
Tentu pemerintah lebih memilih
kekuasaannya di perbudak oleh iming-iming modal investor dengan menyerangkan
potensi alam milik daerah kepada investor,meski di satu sisi harus merampas
Hak-Hak warga negaranya.
Saat ini Negara juga msih sering
beranggapann bahka perlindungan Hak Milik individu hanya mempersulit proses
pembangunan. Sehingga perlindungan Hak Milik Individu bukan lagi suatu yang
harus di perjuangkan.
.
Penutup
Sebagai
Negara Demokasi, Indonesia mengharga Hak-Hak pribadi yang di miliki setiap
orang, termasuk Hak kepemilikan lahan yang di atur dalam UUPA. UUPA sendiri bersifat prismatic yang merupakan
konsep yang mempertemukan sisi baik Individuealisme (menghargai hak dan
kebebasan perseorangan) dengan sisi baik Komunalisme (menghormati kesamaan
martabat manusia).
Namun
sampai sejauh ini pengaturan mengenai Agraria di Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan, banyaknya sengketa lahan antara masyarakat adat dengan para
investor menunjukkan kelemahan Negara dalam menegakkan Regulasi yang di miliki.
Negara
sebagai aktor utama dalam penegakkan HAM, seharusnya benar-benar memanfaatkan
kekuasaannya untuk mensejahterakan masyarakatnya. Memanfaatkan potensi
sumberdaya alam untuk di kembalikan kepada masyarakat. Bukan melegalkan para
perampok Hak masyarakat Indonesia untuk merebuk Hak-hak masyarakat.
Daftar pustaka
Sodiki,Akhmad,
2013, Politik Hukum Agraria. Jakarta :
Konstitusi Press
Santoso,urip.2012,
Hukum Agraria kajian Komprehensif, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Muhtaj,el
Majda , Dimensi Dimensi HAM, mengirai Hak
ekonomi,Sosial, dan Budaya,Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Wigjosoebroto
soetandyo dkk,2011.Untuk Apa Prularisme
Hukum?,Jakarta: Epistema Institute
ELSAM,Lembaga
Study dan Advokasi Masyarakat http://elsam.or.id/2015/10/perkara-sodong-hingga-tingkat-kasasi-tidak-ada-bukti-baru-dari-pt-swa/
di akses 4 april 2015
Surat
keputusan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 17/PDT/2015/PT.PLG
Undang-Undang
No 39 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang
No 26 tahun 2002 Tentang Peradilan Hak Asasi Manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar